Kamis, 14 Agustus 2008
Hari Pramuka yang diperingati pada setiap tanggal 14 Agustus adalah salah satu momentum yang sangat penting untuk dicermati. Banyak kalangan yang hanya mengetahui Pramuka, namun tidak memahami apa makna yang dikandung di dalamnya. Karena itu, Pramuka hanya dijadikan sebagai kegiatan remaja yang dianggap hanya membuang-buang waktu. Padahal, di dalamnya terdapat beragam makna yang jika kita menggalinya akan menemukan jati diri kita sebagai bangsa yang besar, bangsa yang kuat, dan bangsa yang menjungjung tinggi nilai-nilai kejujuran serta keadilan. Memaknai Pramuka dalam kehidupan bernegara saat ini sangatlah penting. Nilai-nilai yang ada dalam semangat kepramukaan perlu kita gali kembali demi terciptanya negara yang adil, jujur, damai, dan sejahtera. Lambang Pramuka yang menggunakan buah nyiur sangatlah sarat makna yang belum banyak kita gali dan kita pahami. Tidak salah jika dalam menghadapi situasi negara yang sangat rentan dengan bahaya korupsi saat ini dibutuhkan semangat dan nilai kepramukaan. Jika kita perhatikan, lambang Pramuka berupa tunas tunas kelapa, menurut Bapak Pramuka Indonesia Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sangat sarat dengan makna kemanfaatan karena seluruh bagian dari pohon kelapa bermanfaat. Diharapkan dengan lambang itu, para anggota Pramuka bisa memberi banyak manfaat kepada dirinya dan lingkungan sekitar, dan membawa kedamaian di mana pun ia berada. Tunas kelapa atau yang dikenal dengan nyiur dalam keadaan tumbuh dinamakan cikal, dan istilah cikal bakal di Indonesia berarti penduduk asli yang pertama, yang menurunkan generasi baru. Jadi lambang buah nyiur yang tumbuh itu mengiaskan bahwa tiap anggota Pramuka merupakan inti bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Buah nyiur dapat bertahan lama dalam keadaan bagaimana pun. Jadi, lambang itu mengiaskan bahwa tiap anggota Pramuka adalah seorang yang secara rohani dan jasmani sehat, kuat, dan ulet serta besar tekadnya dalam menghadapi segala tantangan dalam hidup dan dalam menempuh segala ujian dan kesukaran untuk mengabdi pada tanah air dan bangsa Indonesia. Nyiur dapat tumbuh di mana saja, yang membuktikan besarnya daya upaya dalam menyesuaikan diri di mana dia berada dan dalam keadaan bagaimana pun. Nyiur tumbuh menjulang lurus ke atas dan merupakan salah satu pohon yang tertinggi di Indonesia. Jadi, lambang itu mengiaskan bahwa tiap anggota Pramuka mempunyai cita-cita yang tinggi dan lurus, yakni yang mulia dan jujur, dan dia tetap tegak tidak mudah diombang-ambingkan oleh sesuatu. Sementara itu, akar nyiur tumbuh kuat dan erat di dalam tanah. Jadi, lambang Pramuka mengiaskan tekad dan keyakinan tiap Pramuka yang berpegang pada dasar-dasar dan landasan-landasan yang baik, benar, kuat, dan nyata yaitu tekad dan keyakinan yang dipakai olehnya untuk memperkuat diri guna mencapai cita-citanya. Nyiur adalah pohon yang serbaguna dari ujung atas hingga akarnya. Jadi, lambang itu mengiaskan bahwa tiap anggota Pramuka adalah manusia yang berguna, dan membaktikan diri dan kegunaannya kepada kepentingan tanah air, bangsa, dan negara Republik Indonesia serta kepada umat manusia. Mungkin kita bertanya-tanya, apa hubungannya antara Pramuka dan pemberantasan korupsi, padahal keduanya sangat jauh memiliki perbedaan? Pramuka adalah kegiatan yang banyak memupuk kebersamaan dan nasionalisme, sementara korupsi merupakan suatu perbuatan yang menyimpang dari moralitas kehidupan yang sewajarnya, yang lebih bersifat merugikan orang lain. Tentunya menjadi sesuatu yang kelihatan dibuat-buat ketika kita mencobanya untuk menghubung-hubungkan. Memang, sepertinya hal itu sengaja dibuat-buat, bukan berarti tanpa alasan, tetapi ada sesuatu yang kita lupakan di sana, yakni makna yang dimiliki oleh kepramukaan yang belum banyak kita sadari. Sungguh agung jika kita mamahami makna yang terkandung di dalam semangat dan nilai kepramukaan. Terutama untuk membangkitkan semangat perjuangan dan semangat menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan demi membangun bangsa yang sejahtera dan bermartabat. Jika kita melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini, sungguh sangat ironis. Semuanya sangat jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalam asas-asas kepramukaan. Tidak sedikit para pejabat negara yang telah meyimpang dari semangat kebangsaan (nasionalisme) sebagaimana yang dikehendaki oleh semangat kepramukaan. Kita akan merasa rugi jika Pramuka hanya dijadikan sebagai sebuah kegiatan ekstrakurikuler yang sarat tanpa makna. Apalagi negara kita merupakan negara yang memiliki keanggotaan nomor dua terbesar di dunia dari 10 negara terbesar setelah Amerika. Banyaknya anggota Pramuka yang ada di negeri ini tidak sesuai dengan besarnya kesadaran kebangsaan yang dimiliki oleh elite politik kita. Rusaknya moral para elite politik dan beberapa pejabat pemerintahan kita menyebabkan mereka terjerumus ke dalam skandal yang menyeret ke meja hijau. Sudah seharusnya sebagai bagian dari negara yang diperhitungkan oleh dunia, kita menanamkan semangat kepramukaan tidak hanya di lingkungan anggota Pramuka. Lebih dari itu, jiwa kepramukaan hendaknya juga ditanamkan kepada seluruh anak bangsa, supaya menjadi bangsa yang selalu menegakkan keadilan dan kejujuran, menjunjung tinggi martabat bangsa dan memiliki jiwa kepedulian terhadap sesama sesuai dengan jiwa dan semangat Pramuka. Terlebih jika hal ini ditanamkan kepada elite pejabat kita yang sudah kehilangan moralitasnya untuk membangun negara yang sama-sama kita cintai. Mari kita jadikan momentum Hari Pramuka ini untuk kembali menggelorakan semangat cinta Tanah Air dengan kejujuran dan keadilan dan memberi manfaat terhadap sesama, sesuai dengan semangat yang dipesankan Pramuka. Apalagi Agustus merupakan bulan yang paling sakral bagi bangsa Indonesia. Jadi, tidak ada alasan lagi bagi kita saat ini untuk menunda mengubah sikap yang selama ini cenderung merugikan orang lain menjadi sikap yang lebih mengutamakan kepentingan sesama, menuju bangsa yang mandiri dan berwibawa di hadapan bangsa-bangsa lain.*** Diposting Ulang : Sahrul Djamuddin...
Penulis adalah Peneliti Pada LeKAS Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar